Jumat, 04 Februari 2011

BUDAYA DAERAH DAN PARIWISATA YANG HAMPIR PUNAH

Fenomena merebaknya budaya lokal tidak bisa ditahan. Dengan semakin canggihnya tehknologi maka jarak, ruang dan waktu tidak menjadi hambatan. Apa yang sedang ngetren di Amerika dan Canada seperti lagu Baby dari Justin Beiber juga populer jauh dipelosok desa Letmafo Kecematan Insana Tengah Kabupaten TTU - NTT, satu wilayah yang tidak tampak dalam peta. Begitu dasyatnya pengaruh globalisasi hingga hampir saja membuat beberapa item budaya lokal terpinggirkan.

Dari pengamatan penulis budaya lokal yang mulai terpinggirkan khususnya di daerah asal penulis di Kefamenanu (Masyarakat Atoin Meto) adalah: Kesenian seperti Tarian Lekosene,Tarian Bonet,Tarian Bilut & Bsoot, serta Tarian Likurai dan pakaian Adat yang selalu identik dengan Motif Insana (Bete Buna & Tai Buna). Beberapa jenis kesenian daerah dan pakaian Adat,ibarat orang yang sakit perlu masuk ruang UGD untuk dirawat secara intensif, bila tidak kemungkinan besar akan meninggal, sama saja dengan kebudayaan-kebudayaan itu pasti juga akan punah dari peredaran. Upaya penanganan serius pelestarian budaya daerah menjadi tangung jawab kita bersama. Kasus diatas tidak mustahil terjadi di daerah lain.

Banyak gambaran jenis-jenis budaya daerah yang terpinggirkan yaitu kesenian daerah Insana ( feko )yaitu sebuah Kesenian pada saat musim panen jagung Kering yang biasanya dilakukan oleh sekelompok orang yang mengelilingi tumpukkan jagung kering pada sebuah lumbung (Lopo) sebutan untuk masyarakat TTU (Atoin Meto) pada zaman dahulu kala

Masyarakat dapat semalam suntuk tak beranjak dari tempatnya menikmati alunan musik dengan iringan khas Biola yang mendayu-dayu. Namun kondisi saat ini jauh berbeda. Pertunjukan kesenian musik Feko sudah menjadi barang langka tergantikan pertunjukan orgen tunggal dengan lagu dangdut yang meriah dengan “ KEONG RACUN”/SUSIS"

Keprihatinan serupa terjadi pada pakaian tradisional Atoin Meto yang disebut Bet Ab Meto dan Tai Ab Meto yakni pakaian yang kainnya berupa kain sarung yang bahannya terbuat dari Kapas kemudian di sulam dengan menggunakan alat dari inti kayu yang ujungnya diruncing yang dilakukan dengan diputar - putar kayunya seperti anak - anak bermain gasing. Dan kapas tersebut akan diolah menjadi benang kemudian benang tersebut akan diwarnai dengan cara yang sangat tradisional yaitu dari daun hijau (Taum) dengan kapur dan air. kemudian benang itu akan direndam selama tiga (3) hari/malam kedalam kawali (sebuah tempat yang terbuat dari tanah liat dalam bentuk Guci) yang sudah diisi air, kapur, dan daun hijau (Taum). setelah itu benang tersebut akan dijemur hingga kering lalu ditenun sampai menjadi sebuah sarung yang sangat indah dan cantik dengan warna yang beraneka ragam

Gambaran diatas menunjukan betapa satu demi satu kekayaan budaya lokal kita dalam proses kepunahan.

Haruslah ada langkah-langkah konkrit pelestarian budaya daerah seperti telah dikemukakan bahwa budaya daerah akan punah apabila tidak ada upaya pelestarian. Pertanyaannya kemudian apakah langkah-langkah konkrit nyata yang harus dilakukan? Kapan Pelaksanaan? Dimana? bagaimana dan siapa yang bertangung jawab melaksanakan pelestarian bubaya daerah tersebut? Paling tidak ada langkah-langkah strategis yang dapat ditempuh dalam upaya pelestraian budaya daerah yaitu melalui jalur pendidikan dan pariwisata.

Pertama jalur Pendidikan, dalam hal ini memasukan budaya daerah ke dalam kurikulum sekolah sejak SD sampai SMA. Dengan memasukan budaya daerah kedalam kurikulum pendidikan dasar dan menengah maka anak-anak akan mengenal budaya daerah mereka. Apabila sudah mengenal kemudian diajarkan bagaimana bentuk dan pelaksanaan budaya tersebut dalam praktek secara terus menurus dari SD sampai SMA diharapkan budaya daerah akan meresap dan dihayati oleh anak-anak. Selanjutnya anak-anak timbul rasa cinta kepada budaya daerah mereka. Menanamkan rasa cinta terhadap budaya sangat penting. Dengan rasa cinta terhadap budaya daerah sangat penting. Dengan rasa cinta inilah nantinnya akan menjadi bekal kedepan dalam bentuk action (tindakan) untuk berkarya dan menampilkan budaya tersebut dalam kehidupan sehari-hari. Cinta budaya juga akan menjadi benteng pelindung gencarnya gempuran pengaruh budaya global.

Kedua melalui jalur Pariwisata. Khasanah kekayaan budaya daerah yang kita miliki harus diberikan peluang , ruang gerak yang seluas-luasnya. Salah satunya mengadakan kegiatan pariwisata. Dalam hal ini perlunya campur tangan pemerintah daerah dalam merancang agenda pariwisata. Pentas budaya seperti dalam pembahasan ini mengenal musik budaya dari tiap-tiap daerah yang ada di Kabupaten TTU ( Feko, Bonet ,Bilut & Bsoot ) dan pakaian Adat ( Bet Ab Meto, Tai Ab Meto & Pus None, Aul None) perlu secara berkala dan kontinyu ditampilkan dalam pentas tersebut. Sedapat mungkin acara-acara budaya mengikut sertakan masyarakat luas.

Kapan mulai dan siapa yang bertangung jawab? Berkaitan dengan waktu pelaksanaan tentu lebih cepat lebih baik. Lebih cepat masuk dalam kurikulum, dan lebih cepat masuk dalam kurikulum, dan lebih cepat masuk agenda pariwisata lebih baik, karena akan cepat menangulangi punahnya budaya daerah. Pelestariaan budaya daerah adalah tangung jawab masyarakat dan pemerintah dan pemiliknya. Masyarakat dan pemerintah setempat paling bertangung jawab atas berkembang tidaknya budaya daerah . lembaga dan instansi pendidikan dan kebudayaan sebagai motor pengeraknya didukung instansi pemerintah yang mempromosikannya.

Sinergi atau kerja sama bidang pendidikan dan pariwisata sangat ideal dalam rangka pelestarian budaya daerah. Sekarang waktu yang tepat memulainya, bila tidak maka satu demi satu budaya daerah akan segera punah. Pada akhirnya bila tidak dipedulikan maka kita akan terasing budaya kita sendiri. Yang lebih mengkhawatirkan kita akan tercabut dari akar budaya kita dan tidak lagi memiliki jati diri, identitas secara kultural ( budaya ). Dengan melestarikan budaya daerah akan menjadi modal utama dalam mewujudkan budaya dan identitas nasional bhineka tunggal ika, berbeda-beda tetap satu juga.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar